Semakin besar garputala maka makin berat suaranya. Garputala dan telinga sejajar, maka hantaran suaranya bagus. Pada orang tua, membrane thympani-nya kurang sehingga terkadang indera pendengarannya kurang berfungsi dengan baik. Membrane thympani mengetarkan maleus, incus dan stapes (MIS) sehingga terdengar suara.
Cat. Cranio tymponal adalah pengantar suara lewat tulang sedangkan Aero tymponal adalah pengantar suara lewat udara.
Sejak 17 centrury diketahui bahwa suara dapat dirasakan melalui udara dan tulang konduksi konduksi dan bahwa ini menyediakan sarana untuk membedakan antara gangguan pendengaran yang terletak di telinga bagian tengah dan mereka yang terletak di saraf akustik. Untuk waktu yang lama untuk datang, bagaimanapun, tidak ada kebutuhan untuk semacam diagnosis diferensial. Setelah penemuan garputala di 1711 instrumen ini telah lama menjadi banyak digunakan dalam musik, tapi butuh lebih dari 100 tahun sampai diperkenalkan ke dalam fisiologi dan Otology.
Directional dari siding untuk Weber's test: JB Venturi, seorang fisikawan di Modena, Italia, pada 1802 telah menunjukkan bahwa persepsi arah dari mana suara datang diatur oleh kenyataan bahwa satu telinga terkena suara lebih intensif daripada telinga lainnya.
Tourtual CT, seorang dokter di Münster, Jerman, pada tahun 1827 menunjukkan bahwa ini juga berlaku untuk suara dilakukan melalui tulang tengkorak. Dia menggunakan sebuah jam sebagai sumber suara. Ia menemukan bahwa oklusi dari kedua telinga kanal akan meningkatkan sensasi di kedua telinga sama, tetapi bahwa hanya satu sumbatan telinga akan meningkatkan sensasi hanya dalam telinga tersumbat, sehingga memberi kesan bahwa suara itu datang dari sisi itu. Ia tertarik dalam suatu perbandingan antara visi dan audisi, dan ia menyimpulkan bahwa sehubungan dengan mengenali arah sebuah visi sinyal sensorik lebih tinggi dari pada audisi.
Pada tahun yang sama 1827 C. Wheatstone, seorang fisikawan di London, menyelidiki modus getaran dari membran timpani dan menggunakan garputala menemukan fenomena yang sama seperti Tourtual dan beberapa efek. EH Weber, seorang ahli anatomi dan fisiologi di Leipzig, Jerman, menggambarkan fenomena yang sama seperti Wheatstone Tourtual dan sekali lagi pada tahun 1834. Dia ingin membuktikan bahwa suara udara dirasakan oleh vestibulum dan kanal berbentuk setengah lingkaran, tulang suara yang dilakukan oleh koklea. Tak satu pun dari penyelidik ini sedang berpikir tentang penggunaan klinis dan temuan mereka tidak membuat saran seperti itu.
E. Schmalz, seorang ahli penyakit telinga di Dresden, Jerman, pada tahun 1845 memperkenalkan garputala dan tes yang kemudian dinamai setelah Weber ke Otology dan dijelaskan dengan sangat detail segala kemungkinan dari evaluasi diagnostik tesn-nya prestasi besar. Namun, berlalu tanpa disadari pada waktunya.
THE Rinne TEST: A. Rinne, seorang dokter di Göttingen, Jerman. Tahun 1855 menggambarkan tes yang kemudian dinamai setelah dia, dalam risalah yang rumit fisiologi telinga. Dia ingin menunjukkan bahwa pada manusia dan binatang yang hidup di udara, berlawanan dengan mereka yang hidup dalam air, konduksi suara melalui tulang tengkorak hanya sebuah efek samping dapat dihindari persepsi suara. Dia menyebutkan sebuah aplikasi klinis dari hanya menguji dalam catatan kaki dan jelas tidak pernah digunakan sendiri secara sistematis. Tes-nya dibuat umumnya dikenal oleh Lucae di Berlin hanya setelah 1880. Nilai Weber dan garpu tala Rinne itu tes ini banyak diperdebatkan bahkan pada pergantian abad dan hanya secara bertahap menjadi secara umum diterima.
Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan Schwabach memendek. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat kebisingan atau karena sebab yang lain. Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran permanen. Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar