Selasa, 22 Februari 2011

PENDEKATAN TEORI DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Psikologi Lingkungan dapat dikaji dengan teori baik dalam  teori psikologi sendiri maupun cabang ilmu diluar psikologi. Contohnya saja seperti geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi gestalt.
Veitch & arkkelin menekankan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama pendekatan yang dipakai pada perspektif- perspektif ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini disebabkan oleh 4 hal :
a.     Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori.
b.     Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amat sangat beragam.
c.     Metode yang digunakan tidak konsisten.
d.     Cara pengukuran variable tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian ke penelitian berikutnya.


1.    TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN

a.       Arousal Theory (Teori Arousal)
Arousal (Pembangkit). Ketika kita emosional, kita sering merasa bergairah. Beberapa teori telah berpendapat bahwa semua emosi adalah hanya tingkat dimana seseorang atau binatang  dihasut. Meski tidak semua orang setuju dengan gagasan ini, tingkat  keterbangkitan adalah  bagian penting dari emosi. Contohnya, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah  dalam kemarahan, ketakutan dan kenikmatan, sedangkan tingkat keterbangkitan yang rendah  adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).
Arousal memiliki arti harfiah yang berarti pembangkit. Pembangkit disini maknanya adalah gairah atau emosi individu untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya saja saat kita kuliah pada mata pelajaran yang tidak menyenangkan, atau materi yang tidak kita suka. Maka secara otomatis kita akan mengantuk atau merasa lelah lebih cepat. Hal itu dapat diartikan bahwa kita tidak memiliki arousal untuk mata kuliah tersebut. Sedangkan kaitannya dengan Psikologi Lingkungan adalah, saat arousal seseorang itu rendah maka kinerja dari orang tersebut menurun, dan sebaliknya saat makin tinggi tingkat arousal seseorang maka semakin tinggi pula konerja nya.
Teori arousal dalam psikologi lingkungan. Dalam psikologi lingkungan, hubungan antara arousal dengan kinerja seseorang dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Tingkat arousal yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah.
·         Makin tinggi tingkat arousalnya akan menghasilkan kinerja yang tinggi juga.

b.      Teori Beban Stimulus
            Menurut Veitch dan Arkkelin(1995) teori ini juga mempelajari pengaruh stimulus yang kurang menguntungkan, seperti perilaku yang terjadi di kapal selam atau penjara. Pengkajian ini menyimpilkan bawa dalam keadaan understimulation tertentu ternyata dapat berbalik menjadi overstimulation.
Asumsi dari teori ini adalah, bahwa manusia memiliki pemrosesan informasi yang terbatas. Menurut Cohen (Fisher, 1985; dalam Veitch & Arkkelin, 1995), asumsi tersebut adlaah: 1. Bahwa manusia memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas. 2. Jumlah Atensi yang diberikan orang tidak konstan, namun lebih kepada kesesuaian dengan kebutuhan. 3. Ketika informasi yang masuk berlebih, maka perhatian tidak akan bekerja secara maksimal. 4. Stimulus yang masuk akan dipantau, jika stimulus tersebut memiliki makna dan diperhatikan maka aka nada pemrosesan lebih jauh, namun jika tidak akan langsung dibuang atau tidak ada pemrosesan lebih lanjut.
Lalu jika informasi yang masuk lebih besar dari kapasitas maka akan terjadi yang dinamakan dengan pemusatan perhatian, contohnya saja saat kita sedang menjalani ujian tengah semester, kita akan lebih focus mengerjakan soal ujian dan lebih cenderung mengabaikan keadaan sekitar sampai soal yang kita kerjakan selesai.
Namun jika sebaliknya, saat stimulus yang datang lebih kecil dari kapasitas dapat terjadi kebosanan pada diri individu. Karena kurangnya stimulus dalam lingkungan juga dapat dikaitkan dengan kemonoton-an informasi yang dating ke diri individu.
Asumsi dari teori ini adalah stimulasi yang berlebihan menyebabkan terjadinya penghambatan dalam memproses informasi. Sehingga berakibat hilangnya control dari individu terhadap situasi.
Menurut Brehm dan Brehm (dalam Veitch & Arkkelin, 1995), awal saat kita merasakan hilang kendali atau control terhadap lingkungan, maka mula-mula kita akan merasa tak nyaman dan berusaha untuk menekankan kembali fungsi kendali kita. Hal ini disebut dengan fenomena psychological reactance.

c.       Teori Kendala Perilaku
            Teori ini memfokuskan pada kenyataan atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Menurut teori ini, lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghuni (Veitch & Arkkelin, 1995).
            Brehem dan Brehem (Veitch & Arkkelin, 1995) menekankan bahwa ketika kita merasakan bahwa kita sedang kehilangan kontrol atau kendali terhadap lingkungan, kita mula-mula akan merasa tidak nyaman dan kemudian mencoba untuk menekan lagi fungsi kendali kita.

d.      Teori Tingkat Adaptasi
Teori ini memiliki kemiripan dengan teori beban lingkungan, yang dimana stimulus yang tinggi maupun rendah memiliki dampak negative bagi perilaku individu. Namun nilai lain dari teori ini adalah pengenalan tingkat adaptasi pada individu, misalnya tingkat arousal atau adaptasi individu terbiasa dengan keadaan lingkungan atau tingkat pengharapan suatu lingkungan tertentu.
Menurut Wohwill (dalam Fisher, 1984) membagi 3 dimensi hubungan perilaku lingkungan: 1. Intensitas, yang berhubungan dengan kesesakan atau justru kelenggangan yang dapat mempengaruhi psikologis individu. 2. Keanekaragaman, berkaitan dengan banyaknya informasi yang masuk atau justru sedkitnya informasi yang masuk dan tak sebanding dengan kapasitas pemrosesan informasi. Jika berlebih maka dapat terjadi yang dinamakanoverload dan jika terlalu sedikit maka dapat terjadi kemonotonan. 3. Keterpolaan, berkaitan dengan keteraturan suatu pola sehingga dapat atau tidak dapatnya diprediksi oleh individu. Semakin teratur suatu pola semakin mudah dikenali oleh individu, dan begitupun sebaliknya.





Daftar pustaka

Senin, 14 Februari 2011

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

A.    Latar Belakang Sejarah Psikologi Lingkungan
Kurt Lewin yang pertama kali memperkenalkan Field Theory yang merupakan salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Lewin juga menhgatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari kepribadian dan lingkungan, sehingga dapat diformulasikan menjadi :

T L= f(P.L)

TL = tingkah laku
f = fungsi
P = pribadi
L = lingkungan
Berdasarkan rumusan tersebut, Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang terjadi dalam interaksi antara manusia dan lingkungan. Masing-masing komponen tersebut bergerak suatu kekuatan-kekuatan yang terjadi di dalam medan interaksi, yaitu daya tarik dan daya mendekat dan daya tolak dan daya menjauh.
Lalu pada tahun 1947, Roger Barker dan Herbert Wright memperkenalkan istilah setting perilaku untuk suatu unit ekologi kecil yang melingkupi perilaku manusia sehari-hari. Istilah psikologi arsitektur pertama kali diperkenalkan ketika diadakan konferensi pertama di Utah dan jurnal profesional pertama yang diterbitkan pada akhir tahun 1960-an banyak menggunakan istilah lingkungan dan perilaku. Baru pada tahun 1968, Harold Proshansky dan William Ittelson memperkenalkan program tingkat doktoral yang pertama dalam bidan psikologi lingkungan di CNUY (City University of New York) (Gifford, 1987).
Selama tahun 1970-an dan 1980-an tidak banyak teks diakui XX awal abad ke penulis as-to-be-disebutkan pelopor lingkungan senilai psikologi. Memang, karya-karya Kaminski (1976), Graumann (1976) dan Kruse & Graumann (1987) adalah yang pertama untuk serius mengeksplorasi bahwa awal periode, mendirikan perbedaan antara kelahiran pertama pada awal abad dan kelahiran kedua selama 1960-an. Dalam karya-karya mereka, Hellpach dikatakan yang pertama menggunakan istilah Psikologi Lingkungan.
Sebuah serupa mencari akar disiplin dapat ditemukan di beberapa teks dari buku yang disusun oleh JimĂ©nez Burillo (1981). Namun, seperti dari 1990-an, ada sejumlah literatur yang berkembang entah bagaimana merujuk kembali ke ini lalu terpencil. Bell, Fisher, baum dan Teman-buku Greene (1996) disebutkan karya-karya dari Gulliver geografer (1908) dan Trowbridge (1913) sebagai pelopor pemetaan kognitif. Demikian juga, dalam Perancis dan tradisi Inggris-apa yang disebut "klasik sejarah" (Pol, 1988, 1993) - Philipe Image Mentale (1904) dan karya-karya Bartlett (1932) adalah diakui sebagai perintis tren kemudian menuju "lingkungan kognisi "(Lee, 2003).

B.    Definisi Psikologi Lingkungan
Definisi Psikologi Lingkungan memiliki beragam batasan. Heimstra dan Mc Farling (dalam Prawitasari,1989) menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik.
Gifford (1987) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai studi dari transaksi diantara individu dengan seting fisiknya.
Proshansky, Ittleson, dan Rivlin (dalam Prawitasari,1989) menyatakan bahwa definisi yang kuat tentang psikologi lingkungan tidak ada. Mereka mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah apa yang dilakukan oleh psikolog lingkungan.
Vietch dan Arkkelin (1995) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidisiplin yang memiliki orientasi dasar dan terapan yang memfokuskan interelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.
Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaan dan kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental manusia.
Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagai perjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan.
Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh psikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.
Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir. Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.
Sebagai contoh, tengok saja yang terjadi di zaman sekarang. Kini, banyak orang yang tinggal didalam lingkungan baik dan religius, namun perilakunya sangat tidak mencerminkan lingkungan tempat dia tinggal. Meskipun orang tersebut sangat kenal dengan moral yang baik, belum tentu orang tersebut akan berlaku baik. Karena ternyata lingkungan sosial di zaman sekarang tidak bisa membentuk pribadi seseorang. Seseorang bisa saja tinggal dalam lingkungan pesantren yang selalu diajarkan akidah dan akhlak yang baik. Namun, sifat dasar manusia selalu penasaran dan ingin mencari kebenaran sendiri dengan mencari perbandingan sendiri.

C.     Ruang Lingkup Psikologi Lingkungan
Ruang lingkup Psikologi lingkungan lebih jauh membahas tentang rancangan (design), Organisasi dan Pemaknaan. Ataupun hal yang spesifik seperti ruang, bangunan, ketetanggaan, rumah sakit dan ruangnya serta setting-setting lain pada lingkup bervariasi (Proshansky, 1974).
Jenis-jenis lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa di antaranya juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono, 1992):
1.      Lingkungan Alamiah (Natural Environment) seperti : lautan, hutan, dsb
2.      Lingkungan Binaan / Buatan (Build environment) seperti : jalan raya, taman, dsb
3.      Lingkungan Sosial
4.      Lingkungan yang di Modifikasi
Sementara itu, Vietch dan Arkkelin (1995) menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah disiplin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia fisika, sejarah, filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya.

D.    Ambient Condition & Architectural Features
AMBIENT CONDITION ialah Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu.. Menurut Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku, seperti : kebisingan, temperature, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Ancok (1989), keadaan bising dan temperature yang tinggi akan mempengaruhi emosi para penghuni. Emosi yang semakin kurang dapat di control akan mempengaruhi hubungan sosial di dalam dan di luar rumah. Menurut Rahardjani (1987) kebisingan juga mengakibatkan menurunya kemampuan untuk mendengar dan turunya konsentrasi belajar anak. Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak menimbulkan dua efek, yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.
ARCHITECTURAL FEATURES yang tercakup di dalamnya adalah setting yang bersifat permanent. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabot dan dekorasi. Di dalam architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainnya..


Daftar Pustaka
http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm (diunduh pada 15-02-1011)